Skip to main content

Posts

Showing posts from May, 2015

Selamat Datang ! :)

Hai! Selamat malam/pagi/sore/siang kamu. Seni dan Sastra adalah bagian dari hidup saya. Semenjak tergabung dalam drama di sekolah seni dan sastra merupakan target utama saya dalam belajar. Saya tak segan-segan tidur hingga larut malam dan mengendap-ngendap dalam membaca mapun membuat karya sastra. Dan puisi merupakan wujud kecintaan saya terhadap seni dan sastra. Dari sebuah kecintaan munculah dorongan untuk terus belajar dan memperdalam pengetahuan saya tentang seni juga sastra. Bagi saya tidak ada puisi maupun karya yang buruk. Semua karya adalah ide brilian.

Gila!

Cahaya telah direguk bulan Dan malam menebar bintang Aku mulai menutup rapat mulutku Aku telan kata demi kata yang menjadi ocehan harianku Khayalku kini berkelana mengukir cita dalam angan Namun semakin kuukir semakin aku takut Takut merugi dengan waktu Waktu   yang aku lalui menghantui disetiap deru nafasku Waktu yang telah membusuk pun ikut beradu

BOOM!

Mataku menangkap sejuta keindahan Di keterasingan dunia yang kupunya Di pulau yang tak kuketahui namanya Aku melihatmu Begitu terang lebih dari sekedar emas Tiada berbanding dari dirimu yang disana Keindahan mu menghancurkan aku Meluluh lantakkan tembok yang melingkar relung jiwa Dengan sentuhan magic  Dan sedikit mantra pesulap Kau memulainya, “abracadabra!”

Bulan Terkekeh

Di bawah temaram bulan yang merona menebar kesunyian malam Aku duduk disana, merengkuh segala yang ada tanpa arti yg kulihat Hembusan angin menerpa, dingin menusuk rusuk Dan luka yang semakin membengkak tak kunjung datang tambatan Ku sibukkan diri mengorek tanah yang tak kunjung berdasar Lalu aku jemu dibuatnya! Kutatap langit namun bulan terkekeh Seolah tau sebab nasib diriku Pamer pesona di Malam Karna ia satu-satu nya ratu disana.

Kurenggut habis seluruh syairmu

Bila aku mendengarmu Tiada hentinya aku menyanjungmu Syair yang kau perdengarkan Sungguh buatku tak henti jua menyimpul senyuman Egokah aku, bila kurenggut seluruh syair itu? Seluruh syair yang termuat dalam bingkai katamu Seluruhnya yang mengisahkan dirimu Memang, yang kulihat hanya semu Tak kuketahui jati dirimu Seluruhnya tentang mu hanya tergambar dari jerih payahku meraba dan mengeja syairmu

Dunia Jungkir Balik

Benar atau salah Apa ia benar dan aku salah? Ataukah ia salah dan aku benar? Ya Tuhan... Aku sama sekali tak dapat mengenali diriku sendiri Peradaban makin maju, namun nilai-nilai dan norma-norma telah jungkir balik Seperti membandingkan gula dan garam Kau takkan tahu bedanya bila belum dirasa Namun apa jadinya bila lidahku kehilangan perasanya? Mungkin kopisusu ku jadi asin dan tempe goreng ku jadi manis Dan begitulah dunia yang sedang berlangsung Mencari kebenaran,

Aku Jemu Burung Kata

Matahari jelas diubun-ubun Keringat telah basahi ketiak Kerongkongan kering tak berpelumas Bahkan ludah ku hampir habis kutelan Perut ikut-ikutan, berdemo menuntut haknya Orang didepan berceloteh ria tak perduli Ia asyik menerbangkan burung-burung kata Burung itu beterbangan memenuhi ruang Hinggap di kepala Mematuk telinga kiri dan kanan

Tanah Berlumpur Darah

S egenggam tanah diperebutkan Nafsu mereka membara membabi buta Bala tentara mereka kirimkan Hingga darah jadi korban Mereka memeluk besi Menciptakan api dirumah-rumah kami Merobek keheningan malam yang menaungi Kami menjerit, kami menangis tapi tak berarti

Enyahlah, Matahariku ( Part 2)

Matahari yang slalu ingin ku enyahkan Kini benar ia pergi Setelah bahuku menjadi tempat peraduannya Setelah aku basah kuyup dihujani air matanya Setelah aku mulai menikmati dunia nya yang gelap dan suram Setelah ia tercatat di rentetan sejarah hidupku Seolah ia merampas segalanya Memilih menjadi bagian yang hilang, Menjadi bagian yang terlupakan dari sejarah Dan terbit di negeri nan   jauh disana Apa mau dikata? Itu telah menjadi pilihan impiannya Haruskah aku menengadah ke langit

Enyahlah, matahariku (Part 1)

Saat matahari gila muncul diduniaku Aku berusaha menepis Namun ia tak jua pergi Ia datang karna tak ada tempat lain untuk terbit Matahari yang malang Dengan berbagai macam alasan ia terus menempel, melekat Disampingku ia duduk termangu Sebentar ia menunduk menangis terisak-isak Ia bilang ia lara Sebentar pula senyumnya mengembang, senyum kelabu Ia bilang dirinya hilang sukma Seolah tak punya lagi harga diri, ia menautkan tangan dan bersandar dibahuku

Cinta Diujung Jendela

Dalam anganku tersirat bayangmu Aku ingat ketika aku menatapmu Aku merasa derita dalam sukmaku Hati ini menginginkanmu Tapi puncak kesadaran mengguncangku Menampar setiap urat nadiku Menghinakan aku “wanita kotor, pantaskah kau disandingnya?” Sempat aku menangis Tetapi sukma menegakkan ruas Aku diam, berpikir sejenak “Tidak. Dia yang tak pantas bersanding denganku.” Lalu ia bungkam