Lebih baik kau menyuapiku dengan kemarahanmu Dari pada aku menelan kebisuanmu Lebih baik kau menelanjangi ku dengan caci mu Dari pada aku melihat punggungmu yang menghadap wajahku Berhentilah seperti ini
Kediamanku menjelma menjadi suatu ketakutan Semakin lama aku diam Segala hal bertambah menjadi alasan yang tak dapat kulalui Adakah pintu lain kan terbuka bila aku mengunci pintu didepan? Adakah pintu belakang kan memberi jalan keluar? Atau jendela berterali yang tiba-tiba hancur kala tinju menghujam? Aku terus tersesat dalam omong kosong itu Pada nyatanya aku hanya berdiri ditempat yang sama Kediamanku menjelma menjadi suatu ketakutan Namun aku lebih takut untuk membuka langkah Karna seseorang terus menggenggam erat tangan