Skip to main content

Salam Untukmu



Ini akan menjadi kali terakhir aku menyapamu.
Kawan, kau pasti tahu.
Hari ini adalah hari kemenangan.
Kemenangan di setiap rintih sakit langkah kita,
Kemenangan bagi kita yang mampu bertahan meneguhkan diri,
menggenggam kandil kandil asa.

Kawan, biarkan aku mengajak mu bernonstalgia,
Menyelusuri disetiap jengkal memoar dinding sekolah.

Gelak tawa, tangis duka hingga yang membuat kita mematung terdiam.
Semua telah kita tulis tanpa jeda di dinding sekolah.
Dan kiranya memang benar, dinding beku menjadi saksi bisu.
Bahwa kita pernah mengadu disini, merangkai beribu untaian kata
ditemani mentari, mendung dan hujan.
Semua begitu indah terasa.
Bahkan aku tak ingin beranjak dari sini.
Namun waktu begitu cepat membawa kita pergi,
Hingga tiba hari ini.

Esok hari, tak akan menjadi seperti pagi kemarin atau pagi pagi biasanya.
Demi apapun yang kita yakini,
Esok kan menjadi langkah nyatamu, langkah nyataku.
Kita berpisah disini, mari kita rangkai berjuta untaian kata tak berjeda didinding yang lebih besar kawan!

Dan bila nanti kita tak pernah bertemu, ingatlah
Bahwa, tak kan pernah kiranya aku bermaksud lupa,
Tak kan pernah kiranya aku acuh akan waktu indah itu,
Tapi air mengalir mengikuti arusnya,
Dimana kita nanti akan menemukan simpangan simpangan baru
 Lalu pergi ke simpangan berikutnya.
Akan ada berjuta orang menyalami, menegur sapa hari.
Hingga fikir ini sesak lalu bagian dari padanya satu persatu terkunci.

Kawan, sebelum hal itu mencapai fikir ini, sebelum semuanya rapat terkunci.
Ku ucapkan...
salam dan selamat
untuk segala hidup kini dan nantimu.
06-07/12/2014 13.48

Comments

Popular posts from this blog

Rupa Yang Hilang

Angin yang menghantarkan aku ke cakrawala Keriap cahaya membiaskan bayang Lalu kutangkap sesosok rupa yang hilang Sosok yang dicuri dari hayal Senja kala itu menyematkan cahaya dilubuk rasa Menggemingkan dunia yang seolah tak beranjak dari tempatnya www.jendelafarida.blogspot.com   Hanya ruh yang bertautan mengidung ke langit cinta

Tanyaku Tentangmu

Lebih baik kau menyuapiku dengan kemarahanmu Dari pada aku menelan kebisuanmu Lebih baik kau menelanjangi ku dengan caci mu Dari pada aku melihat punggungmu yang menghadap wajahku Berhentilah seperti ini

Secuil Kertas Pengharapan

Secuil kertas pengharapan yang aku lindungi dari hujan Kini telah terbaca Ia mengerutkan dahi dan tersenyum masam Takut-takut   aku bersembuyi Namun ia merengkuh tangan ku Dan membawaku menyelinap hujan Entah apa dalam benaknya